Sunday, January 12, 2020

Apa Itu Kusta?

Oleh:
Dr. Yamin Hasibuan, MPH

Hari Kusta Sedunia (World Leprosy Day) jatuh pada setia hari Minggu, pada minggu terakhir Januari. Pada tahun ini jatuh pada hari Minggu 26 Januari 2020.

Dalam rangka ikut memaknai World Leprosy Day, saya menurunkan tulisan dg judul "Apa itu Kusta".
Artikel ini saya tulis dalam bahasa sederhana dg harapan mudah difahami oleh para pembaca.

Apa itu kusta?

Kusta adalah salah satu penyakit menular berjalan kronis (menahun), disebabkan oleh kuman yang disebut Mycobacterium leprae menyerang saraf tepi, kulit dan organ lain pada tubuh manusia kecuali otak dan sumsum tulang belakang.

Penjelasan singkat hal-hal pokok yang perlu difahami:

1. Penyakit menular

2. Penyakit berjalan kronis

3. Kuman M. leprae

4. Menyerang saraf tepi.

5. Manifestasi pada kulit

6. Obat kusta

7. Pencegahan kusta

8. Besarnya masalah

1. Penyakit menular

Penyakit kusta termasuk penyakit menular, artinya kusta bukan penyakit menurun, bukan penyakit guna-guna, bukan penyakit kutukan, bukan salah makan, bukan karena hubungan seks dengan wanita sedang haid, dan bukan-bukan yang lain, TETAPI disebabkan oleh kuman M. leprae yang masuk pada tubuh. Sebagian besar manusia kebal terhadap kusta, sehingga angka penularannya sangat rendah. Penting diketahui orang terkena kusta yang sudah berobat, tidak akan menular. Petugas kesehatan yang bergaul dengan mereka tidak ketularan kusta.

2. Penyakit berjalan khronis (menahun).

Masa inkubasinya rata-rata 3 - 5 tahun. Masa inkubasi dihitung mulai masuknya kuman dalam tubuh, kuman berkembang biak, yang pada suatu waktu, pada jumlah tertentu kuman sudah bisa membuat orang sakit. Dari masuknya kuman sampai timbul gejala pertama penyakit disebut masa inkubasi. M. leprae berkembang biak dengan membelah diri, tidak seperti manusia dan hewan, berkembang biak dengan kawin. Waktu pembelahan kuman satu menjadi dua dan akhirnya dewasa siap mebelah lagi lamanya 2 - 3 minggu. Jadi kuman kusta ini seperti tidur, malas membelah diri. Oleh karena itu untuk timbul gejalanya pertama penyakit, membutuhkan waktu lama. Tidak seperti bakteri lain atau virus, misalnya influenza berkembang biak dengan hitungan menit, kalau kita duduk dekat orang sedang flu, virus masuk dalam tubuh, berkembang dengan cepat, maka dalam beberapa hari saja kita sudah ketularan kalau daya tahan tubuh lemah. Dengan sifat M. leprae yang demikina ini maka sulit bagi kita untuk mendeteksi di mana dan kapan kita kontak dengan kusta yang menular. Perjalanan penyakitnya juga lama atau kronis tergantung daya tahan (immunitas) tubuh kita. Kita mempunyai 2 macam immunitas. Immunitas bawaan sejak lahir (natural immunity) dan yang diperoleh misalnya dalam program immunisasi (acquired immunity). Orang terkena kusta, immunitas tubuhnya kurang mampu mencegah atau membunuh kuman kusta (khusus kusta saja). Berbeda dengan HIV, di sini immunitas tubuhnya rusak sama sekali sehingga ia dapat terserang berbagai penyakit.

3. Disebabkan kuman M. leprae


Kuman kusta ditemukan oleh G A Hansen tahun 1873, maka untuk menghormati jasa penemunya, penyakit kusta disebut juga Morbus Hansen (MH). Obat yang manjur untuk membunuh kuman kusta (Rifampicin) ditemukan pada  tahun  1957. Kenapa begitu terlambat? Ini karena percobaan di Media Buatan yg belum bisa dilakukan.  Sampai sekarang saya belum pernah terbaca kalau M. leprae sudah bisa dikembangbiakkan di Media Buatan.
Obat-obat yang akan dicoba pada manusia harus melalui percobaan di Media Buatan dan Hewan lebih dulu. Penemuan obat Rifampicin yang ampuh membunuh kuman kusta diketahui karena Rifampicin bisa membunuh kuman TBC (M. tuberculosis). Kusta dan TBC kalau boleh saya katakan adalah penyakit bersaudara, karena sama-sama Mycobacterium berbentuk batang. Kuman TBC dapat dikembangbiakkan di Media Buatan dan Hewan sehingga dapat dilakuan percobaan. Karena Rifampicin bisa membunuh kuman M. tuberculosis, dan aman diminum oleh manusia, maka analoginya Rifampicin dicoba untuk membunuh kuman kusta. Ternyata hasilnya sangat memuaskan. Dalam waktu 2x24 jam saja orang terkena kusta minum obat Rifampicin, kumannya boleh dikatakan 99,9% sudah mati. Jadi orang yang sudah minum obat, kumannya sudah mati, tidak berpotensi lagi untuk menularkan kepada orang lain.

4. Menyerang saraf tepi

Manusia mempunyai kesukaan kalau mau makan, misalnya suka gulai otak, suka paru-paru, suka kepala ikan, dll. Kuman juga begitu, suka menyerang mata manusia, maka jadilah sakit mata, suka kulit maka terjadi sakit kulit, suka paru maka akan sakit paru, suka ginjal maka jadilah sakit ginjal, dll. M. leprae mempunyai kesukaan pada saraf tepi (peripheral nerve), tapi tidak mau otak dan sum-sum tulang belakang. Justru karena kuman ini menyerang saraf tepi (peripheral nerve), maka terjadi bencana pada tubuh manusia. Terjadi cacat dengan komplikasi yang sangat membuat orang tidak nyaman dan sangat menderita.

Kita mengenal 3 fungsi saraf tepi yaitu:

1). Fungsi sensorik: fungsi Perasa (sakit, panas, dingin, halus kasar dll)

2). Fungsi motorik: fungsi penggerak (otot-otot)

3). Fungsi otonom: Pengatur kelembaban (kelenjar keringat, kelenjar minyak, dll)

Manusia berpenampilan tubuh yang bagus dan cantik, apabila 3 fungsi saraf tepi-nya bagus.

1). Kalau fungsi SENSORIK terganggu, orang menjadi kurang merasa sampai tidak merasa atau mati rasa di daerah yang disarafi. Bayangkan kalau rasa sakit hilang, maka kita tidak bisa menghindar dari trauma yang terjadi pada tubuh kita. Seseorang terinjak paku misalnya, tidak merasa sakit, kalau sudah infeksi baru tau ada paku di kakinya. Orang merokok, jari-jari yang menjepit rokok mati rasa, maka api rokok bisa membakar kulit jari-jari tsb. Jadi RASA SAKIT adalah pemberian Tuhan yang paling berharga. Tidak sepatutnya seseorang yang tersayat sedikit pada kulitnya, menjeri-jerit…. Harusnya disyukuri masih ada rasa sakit.

2). Kalau fungsi MOTORIK terganggu, maka alat penggerak atau otot tidak berfungsi baik, sehingga terjadi pengecilan otot (atrofi), dan kekakuan pada jari-jari. Tampak jelas cacat yang terjadi pada jari tangan dan kaki. Kalau terjadi gangguan pada otot mata, maka mata tidak bisa menutup dengan sempurna (lagophthalmos).

3).  Kalau fungsi OTONOM terganggu, maka terjadi gangguan kelembaban kulit, kelenjar keringat dan kelenjar minyak tidak bekerja, kulit menjadi kering.

4). Kalau ada gangguan ke 3 fungsi di atas, terjadi pada seseorang, maka ia akan cacat dengan jari tangan atau kaki yang bengkok-bengkok (kiting), terjadi luka yang sulit disembuhkan karena ia sendiri malas berobat (karena tidak merasa sakit), kulit kering bahkan bisa pecah. Inilah yang terjadi pada orang yang terkena kusta yang tidak ditemukan dini, dan tidak berobat. Kalau penyakitnya ditemukan dini, berobat teratur, maka tidak terjadi cacat. Gambaran kusta yang sekarang ditemukan dini dan berobat teratur sangat bebeda dengan gambaran kusta dulu (sebelum ditemukan obat yang manjur). Kusta dini, diobati dini, akan sembuh tanpa cacat, kita sulit membedakan apakah ia pernah kusta atau tidak, karena penyakitnya sudah sembuh tanpa cacat.

5. Manifestasi atau tanda-tanda kusta pada kulit.

Manifestasi tanda-tanda kusta bisa dilihat dikulit. Gambaran kusta ini terjadi sebagai hasil gangguan 3 fungsi saraf tepi yang telah diterangkan di atas. Terdapat bercak seperti panu yang kurang atau mati rasa, (kalau diolesi dengan kapas atau ditusuk dengan jarum tidak merasa) dan tidak gatal. Kelainan kulit bisa juga berupa penebalan kulit kemerahan, benjolan-benjolan kecil (nodulus). Otot di antara jari-jari mengecil sampai terjadi kontraktur jari-jari (kiting). Semua tanda-tanda di kulit bisa berlangsung lama, mungkin sudah diobati dengan bermacam-macam obat tetapi tidak sembuh karena tidak minum obat kusta.

Kulit adalah bagian luar dari tubuh. Manusia adalah makhluk sosial, secara naluri ingin berpenampilan bagus dan cantik. Kalau seseorang mempunyai kelainan pada kulit, sudah pasti merasa tidak nyaman dan menderita. Bagi orang terkena kusta, pasti merasa tidak nyaman, karena semua gambaran penyakitnya bisa dilihat orang lain. Berbeda dengan sakit lain misalnya sakit paru, jantung, ginjal, mag. Paru, jantung, ginjal, mag, tidak bisa dilihat dari luar. Padahal kalau bisa dilihat mata dari luar tubuh, penyakit ini juga menakutkan.

6. Obat Kusta

Obat kusta telah ditetapkan gabungan dari Rifampicin, Lamprene dan DDS yang dikenal dengan Multidrug Therapy (MDT), lihat sejarah pengobatan kusta di Indonesia. Kuman kusta dapat dibunuh, kusta dapat disembuhkan. Obat kusta tersedia secara cuma-cuma atau gratis. Secara medis penyakit kusta dapat ditangani. namun di bidang sosial masih banyak masalah.

7. Pencegahan

Apakah kita bisa memberi immunitas buatan (vaksinasi) kepada orang sehat supaya tidak terserang kusta? Vaksin kusta dapat dibuat, tetapi untuk program vaksinasi belum dibolehkan. Dalam kesehatan ada etika yang selalu dijunjung tinggi, termasuk di bidang vaksinasi. Vaksinasi hanya boleh diberikan pada manusia setelah diuji manfaatnya sangat bermagna. Pengujian harus melalui prosedur, uji laboratorium melalui MEDIA BUATAN, uji melalui HEWAN, baru MANUSIA. Uji coba media buatan untuk kuman kusta sulit dilaksanakan karena kuman kusta belum bisa dikembangbiakkan. Uji coba melalui hewan juga sulit, karena hanya 3 jenis makhluk yang bisa terkena kusta, manusia, armadillo dan simpanse. Armadillo tidak cocok untuk hewan percobaan karena berkembang biaknya sangat lambat. dan sangat mudah terpapar M. leprae, sulit diisolasi. Hewan yang cocok untuk percobaan adalah seperti kelinci, tikus, anjing dll, yang berkembang biak banyak dan cepat tetapi hewan ini tidak bisa kena kusta. Karena percobaan pada hewan belum berhasil, maka uji coba vaksinasi kusta kepada manusia tidak diperbolehkan. Jadi pencegahan yang paling efektif ialah, menemukan semua orang terkena kusta dan mengobatinya. Orang yang terkena kusta yang sudah minum obat, tidak menular lagi.

8. Besarnya masalah

Masalah kusta tidak hanya di bidang medis, tapi menyangkut bidang sosial, ekonomi, keamanan dll.

Kusta dapat disembuhkan, artinya bidang kesehatan telah dapat mengatasi penyakitnya. Tetapi karena adanya salah pengertian yang sudah ‘mendarah mendaging’ di masyarakat, maka timbul STIGMA, DISKRINIASI kepada orang terkena kusta dengan segala konsekwensinya seperti: pengucilan, hambatan partisipasi sosial, kehilangan pekerjaan, kesulitan mendapat pekerjaan, dikeluarkan dari sekolah, diberhentikan dari pekerjaannya, keterbatasan fisik (yang sudah cacat) untuk sesuatu jenis pekerjaan, kasus perceraian bila salah satu pasangan terkena kausta, kasus pengemis dijalanan, gangguan keamanan. Masalahnya bertambah parah karena adanya rasa rendah diri (minder, inferiority) dari orang terkena kusta dan stigma (self stigma). Orang yang terkena kusta menarik diri….sementara masyarakat merasa takut dan mengucilkan mereka, sungguh masalah sosial yang besar!.

Saran Penulis:

Stigma kusta ini sudah ada sejak zaman dahulu sampai sekarang, cuma kadarnya yang sudah berkurang. Kapan masalah ini akan berakhir, sehingga orang yang terkena kusta sama kedudukannya dengan orang lain. Upaya untuk menghilangkan stigma dan diskriminasi sudah dituangkan dalam Human Right Resolution. Kita berharap, implementasi Human Right Resolution ini efektif. Saya berpendapat, Stigma dan Diskriminasi akan cepat hilang bila penggeraknya itu datang dari orang terkena kusta itu sendiri.  “Bila Anda ingin dihargai orang lain, hargai diri Anda terlebih dahulu”.

Catatan dari penulis

Artikel ini adalah publikasi ulang tanpa perbaikan dari tulisan pertama. Tulisan pertama saya buat sebelum tahun 2000. Bila ada hal yang tidak sesuai lagi dengan keadaan sekarang, ikutilah yang terbaru. Ini hanya sekedar bacaan untuk mengetahui hal-hal pokok penyakit kusta.

******

Bagimana sejarah pengendalian kusta di Indonesia?

Beberapa tahun lalu saya sudah buat blog khusus mengenai sejarah kusta di Indonesia. Blog sebagian besar berbahasa Inggris, karena untuk pekerjaan itu saya mendapat biaya dari NLR (Netherlands Leprosy Relief). Bila para pembaca yg tidak bisa berbahasa Inggris, dapat menggunakan alat alih bahasa (Translator) yg tersedia di setiap halaman blog.

Info lengkap, silahkan masuk blog >>>>