Info dipetik dari buku yang ditulis oleh Dr Andy A Louhenapessy berjudul 'Penyakit kusta di Indonesia', Departemen Kesehatan RI Jakarta 1980.
Segera setelah kemerdekaan, Departemen Kesehatan didirikan. Menteri Kesehatan pertama adalah Dr. Bentaran Martaatmodjo (hanya beberapa bulan pada tahun 1945), kemudian Dr. Darma Setiawan mengambil alih sampai Oktober 1946. Dr J. Leimena menjadi menteri ketiga sampai tahun 1949. Selama masa transisi ini, Program Kusta Nasional berada di bawah Menteri Kesehatan ditempatkan di Yogyakarta.
Segera setelah kemerdekaan, Departemen Kesehatan didirikan. Menteri Kesehatan pertama adalah Dr. Bentaran Martaatmodjo (hanya beberapa bulan pada tahun 1945), kemudian Dr. Darma Setiawan mengambil alih sampai Oktober 1946. Dr J. Leimena menjadi menteri ketiga sampai tahun 1949. Selama masa transisi ini, Program Kusta Nasional berada di bawah Menteri Kesehatan ditempatkan di Yogyakarta.
Dr. GE Rehatta 1946 - 1948 ditunjuk sebagai kepala Program Pemberantasan Kusta National ditempatkan di Yogyakarta. Manajemen pengendalian kusta dilanjutkan dengan perawatan di klinik khusus khusus (BP Kusta). Dengan berakhirnya masa jabatan Dr. Rehatta, pada tahun 1948, berhubung situasi pada waktu itu, tak seorang pun ditunjuk untuk memimpin Pemberantasan Kusta Nasional, dan tidak ada laporan tertulis yang dapat dilihat di arsip. Informasi yang tertulis dimulai dari Dr. Boenyamin.
Perkembangan selanjutnya akan ditulis per periode Kepala Pemberantasan Kusta Nasional.
Perkembangan selanjutnya akan ditulis per periode Kepala Pemberantasan Kusta Nasional.
1. Dr. H. Boenyamin: 1950 - 1959
Pada tahun 1950 Dr. H. Boenyamin menjadi kepala Pemberantasan Kusta Nasional, berkedudukan di Jakarta. Selain itu Dr. Boenyamin juga diangkat menjadi kepala Pusat Penelitian Kusta, yang kemudian berubah nama menjadi Lembaga Penelitian Pemberantasan Penyakit Kusta – Lembaga P3 (“The Leprosy Control Research Institute”) yang terletak di Jalan Kimia di Jakarta.
Indonesia memulai pengobatan untuk kusta mono terapi dengan Diamino Diphenil sulfon (DDS) pada tahun 1951. Pengobatan dengan DDS diberikan melalui klinik khusus. Karena pengobatan kusta ditangani dengan cara yang khusus, semua staf yang terlibat harus menjalani pelatihan khusus. Sejak 1953 semua staf dan petugas pada klinik khusus kusta diberi pelatihan di lembaga P3, sedangkan pelatihan untuk program rehabilitasi diadakan di Rumah Sakit Kusta Sitanala Tangerang.
Rumah Kusta Sitanala didirikan pada tahun 1951. RS ini adalah pindahan dari Rumah Sakit Kusta Lenteng Agung’ yang terletak 12 km sebelah Selatan dari Pusat Kota Jakarta. Rumah Sakit dipimpin oleh Dr. Vander Heide (seorang dokter Belanda) ikut pindah ke Tangerang sekitar 25 km Barat Jakarta.
Selama periode ini rumah sakit Kelet di Jawa Tengah juga ditingkatkan menjadi Rumah Sakit Kusta dan dari tahun 1951 dan seterusnya orang-orang dengan penyakit umum tidak diterima lagi. Pada saat yang sama, semua orang terkena kusta yang dirawat di RSKusta Plantoengan dipindah ke RS Kusta Kelet.
Sistem pencatatan dan Pelaporan diperkenalkan tentang jumlah kasus terdaftar dan jumlah kasus dengan cacat. Dr Boenyamin menyusun laporan ini dan membuat peta kusta di Indonesia.
KUSTA DI INDONESIA Daftar isi >>>