Barak penampungan penghuni Perkampungan Kusta Pangwa korban tsunami, 2004
Sejarah Perkampungan Kusta Pangwa
Tidak ada dokumen yang ditemukan di kantor kesehatan kabupaten mengenai koloni Kusta Pangwa Sejarah Pangwa ini ditulis berdasarkan wawancara dengan salah satu mantan pasien kusta yang usia sudah tua yang juga tinggal di barak.
Zaman Belanda:
Koloni Kusta Pangwa dibangun oleh Belanda pada tahun 1914. Ada sekitar 70 rumah yang dibangun untuk pasien kusta. Pada waktu itu penderita kusta ditangkapi dan dikirim ke koloni, karena penderita kusta harus diisolasi. Semua biaya hidup yang diberikan oleh Belanda. Penderita kusta diobati dengan stibopen dan chaulmoogra. Belum ada DDS pada itu.
Jepang periode (1942 - 1945): Jepang melanjutka kebijakan Belanda.
Bantuan biaya hidup diteruskan dan pengobatan kusta tetap sama stibopen dan chaulmogra.
Perkampungan Kusta Pangwa yang sudah tersapu tsunami
Setelah kemerdekaan Indonesia
Koloni Kusta diserahkan kepada Pemerintah. Koloni Kusta Pangwa kemudian menjadi milik Wedana (Kabupaten). biaya hidup yang masih baik dan terus. Selama periode Presiden Soeharto, biaya hidup diberikan dalam bentuk paket ransum. Satu paket terdiri dari beras, minyak goreng, sabun, gula, teh, dan susu.
Pengobatan kusta diubah menjadi DDS sejak tahun 1952. Pada tahun 1982 pengobatan untuk kusta disediakan oleh WHO yaitu Rifampisin, Dapson dan Lamprene (MDT) dalam bentuk lepas (tidak dikemas dalam bentuk bilster). Sejak tahun 1998 biaya hidup untuk kusta berkurang, setiap pasien kusta hanya mendapat Rp. 10.000 per bulan. Para pasien kusta harus bekerja untuk penghasilan tambahan seperti menjadi cari ikan ikan, ternak ayam, membuat tikar.
Statistik penduduk sebelum tsunami: Jumlah penduduk adalah 209 terdiri dari 30 (ex) penderita kusta dan 179 orang sehat. Ada 41 orang hilang atau meninggal selama tsunami (semua dari mereka adalah orang-orang yang sehat. .Mereka tinggal di kamp-kamp selama sekitar 2 bulan. Sekarang mereka tinggal di barak baru. Barak yang disediakan hanya untuk penduduk dari Pangwa. Hal ini ditulis di depan barak “Posko Pengungsian Perkampngan kusta kusta” . Saat kunjungan ada 58 pasangan, pasien 30 mantan kusta dengan total penghini 168 tinggal di barak. Proporsi penderita kusta adalah 18%. Ada 35 anak-anak. Semua anak-anak bersekolah di sekolah-sekolah terdekat. Mayoritas dari mereka lebih memilih untuk kembali ke desa asal mereka. Mereka membosankan tinggal di barak. Mereka tidak memiliki pekerjaan. Mereka tergantung pada sumbangan di mana mereka merasa tidak cukup.
KUSTA DI INDONESIA Daftar isi >>>