Kalang-Kalang, 2003
Koloni Kusta Kalang-Kalang, terletak 4 kilometer dari kota Palopo, Berada di bawah kewenangan kabupaten Luwu, tetapi karena kabupaten ini adalah dalam proses untuk pemekaran 4 kabupaten, maka pemukiman akan menjadi milik kota Palopo.
Koloni Kusta Kalang-Kalang sebenarnya adalah rumah sakit kusta. Mempunyai klinik kecil di dalam 14 rumah tradisional, dalam kondisi sangat baik. Koloni terletak di atas lahan 1,2 ha. Rumah-rumah merupakan bantuan dari Departemen Kesehatan Kabupaten dan digunakan untuk orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK) beserta keluarganya. Rumah-rumah ini berfungsi juga sebagai bangsal rawat inap RS. Bila ada pasien yang sakit serius diluar kompleks, ia dapat menggunakan salah satu rumah untuk perwatan. Batas pekampungan dengan sekitarnya tidak jelas. Penduduk asli Kalang-Kalang ada yang meninggalkan Kompleks dan membangun rumah sendiri di luar kompleks.
Total penghuni yang ada di dalam kompleks dan di luar komplek adalah 136 orang terdiri dari 35 keluarga. Dari total 136, orang yang pernah mengalami kusta ada 53 orang. Mereka hidup dari bantuan Pemerintah Rp 60.000 per bulan per orang, yang bila dibandingkan dibandingkan dengan koloni lainnya cukup banyak, tapi masih tetap merasa tidak cukup untuk hidup.
Ada sebuah pabrik batu bata kecil di Kalang-Kalang terpaksa tutup karena tanah sebagai bahan dasar dibeli di luar. Ada peraturan yang dibuat mereka, dilarang mengemis. Bila ada yang melanggar peraturan, harus keluar dari koloni.
Pekerjaan meraka adalah perdagangan kecil-kecilan, dan pertanian untuk menambah kebutuhan hidup.
Perumahan ini sangat bersih dan rapi. Poliklinik, Kantor kecil dan sebuah Masjid semua baik dan berfungsi. Penderita kusta yang lama semua sudah dionati MDT dan sudah sembuh. Pada saat kunjungan (2003), ada 3 penghuni baru masih di MDT. Pasien yang baru masuk adalah sebagian besar berasal dari daerah yang jauh untuk mencari pengobatan di Kalang-Kalang. Mereka hanya harus meminta izin dari kepala Klinik, dan pada umumnya disetujui, kemudian ditampung di salah satu rumah dengan keluarga lain.
Layanan medis
Kalang-Kalang adalah rumah sakit kusta, yang telah dilengkapi dengan pemukiman kusta. Klinik mempunyai 3 kamar, untuk pengobatan di tempat tidur, tetapi kenyataannya diambil oleh seseorang terkena kusta, yang tinggal di sana secara permanen. Hal yang sama berlaku untuk 14 rumah, yang berfungsi sebagai bangsal dengan 43 tempat tidur. Jika seseorang baik dari kompleks dalam atau luar jatuh sakit yang serius, yang memerlukan perawatan, tempat tidur nya sendiri berfungsi sebagai bangsal rawat inap. Dalam kasus pasien baru membutuhkan perawatan, tidak ada masalah, dapat menggunakan tempat tidur yang tersedia.
Klinik ini dipimpin oleh pak Aena Tjatjo, yang dibantu oleh dua perawat permanen Mereka dipekerjakan oleh Departemen Kesehatan kabupaten. Empat perawat tambahan, seorang dokter dan dokter gigi dari Puskesmas Wara Utara bekerja secara bergiliran di klinik. Menurut kepala Puskesmas, akan lebih efisien jika klinik dikelola secara penuh oleh Puskesmas.
Luka dan reaksi dapat diobati di klinik, termasuk penyakit umum. Operasi septik atau rekonstruksi tidak, sepatu khusus atau kaki palsu tidak tersedia tetapi harus dipesan di rumah sakit kusta Daya,Makassar.
Pasien non-kusta dari luar juga dapat menggunakan klinik, tetapi hanya sebagai poliklinik dan terbatas hanya selama jam buka.
Riwayat hidup.
Dua orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK) di wawanicarai, di bawah ini adalah penuturan riwayat hidup mereka.
OYPMK-1
Wanita umur 63 tahun
Saya mulai mengetahui ada bercak-bercak di kulit saya waktu saya masih sekolah SD. Saya tidak tahu apa yang menyebabkannya. Orang tua saya pikir mungkin karena sesuatu yang saya makan. Mereka membawa saya ke dukun di desa kami. Oleh dukun saya disarankan setiap hari menggosok kulit saya dengan campuran daun dan kapur. Sakit saya semakin parah, bercak bertambah, bercak kemerahan ada juga di wajah saya. Guru sekolah saya tidak melarang saya masuk sekolah.
Saya tetap tidak bisa mengerti apa penyakit saya. Waktu berlalu dan jari-jari saya mulai menjadi bengkok. Masih tidak jelas apa jenis penyakit saya. Ketika saya berumur 14 tahun, pada tahun 1954, seorang dokter dari jauh datang ke desa kami. Dia melihat saya dan didiagnosis saya kena kusta. Mengetahui hal ini, camat memutuskan bahwa saya harus pergi ke pemukiman kusta. Orang tua saya setuju karena mereka pikir para tetangga tidak ingin saya tinggaldideas kami, meskipun ibu dan ayah saya sangat sedih dan tidak ingin saya pergi meninggalkan mereka.
Saya dibawa ke Kalang-Kalang pada tahun 1955. Pada saat itu banyak orang tinggal di pemukiman, lebih dari 200 penderita kusta. Ketika saya sudah di sana, saya merasa seperti anak-ayam kehilangan induk. Tapi untungnya ada sebuah keluarga yang membawa saya ke rumah mereka dan mereka merawat saya seperti saya adalah anak mereka sendiri. Saya tinggal bersama mereka sejak itu dan mereka menjadi keluarga saya. Tetapi saya selalu kontak dengan keluarga kandung saya juga. 1967 saya menikah dengan seorang pria dari Kalang-Kalang. Setelah saya melahirkan anak pertama saya mengunjung orang tua sekali gus minta bantuan beras. Orang tua saya datang untuk mengunjungi saya juga.Ibu saya minggal di sini di Kalang-Kalang pada waktu mengunjungi kami.
Kami memiliki dua anak, laki-laki dan seorang perempuan. Yang perempuan meninggal karena sakit guna-guna karena ia menolak cinta seorang pria. Sekarang saya tinggal bersama anak dan cucu-cucu saya. Pada tahun 70-an saya belajar membaca Al Quran lagi dan mempelajariny. Ketika saya masih kecil di desa, ayah saya telah mengajarkan saya membaca Al Quran. Ketika seorang guru agama datang ke Kalang-Kalang, saya memanfaatkan kesempatan dan belajar dari dia.Saya harus membayar Rp 50.000 untuk 1 bualan. Tapi setelah itu, saya bisa belajar diri sendiri. Sekarang saya mengajar anak-anak dari Kalang-Kalang dan juga dari luar. Saat ini saya memiliki 50 murid. Untuk anak-anak di dalam Kalng-Kalang, tidak membayar, hanya 5 anak-anak dari luar membayar saya Rp 5000 per bulan. Saya ikhlas, saya senang bersama-sama dengan anak-anak dan mengajarkan mereka. Mereka juga senang membantu saya, misalnya untuk mengambil air dari sumur, mecari kayu bakar dlll.
Saya senag dan ingin tetap tinggal di Kalang-Kalang. Kemana lagi saya harus pergi? Saya tidak punya masalah dengan orang-orang dari luar, meskipun sering terjadi orang-orang di pasar takut dengan saya dan tidak ingin datang dekat. Hanya inilah kendala bagi saya bila ingin belanja kepasar.
OYPMK-2
Pria umur 57 tahun
Waktu saya di SMP, saya tinggal bersamam orang tua saya di Palopo. Tetapi karena para gerilyawan Kahar Muzakkar itu terlalu berbahaya untuk tinggal di sana, jadi kami pindah kembali ke desa tempat saya dilahirkan (Belopa).Tapi ayah saya pergi ke Makassar. Selang berapa lama, saya mengikutinya untuk masuk SMA di Makassar. Kemudian di Belapo dibuka sekolah SMA, maka saya pulang lagi dan sekolah di Belapo, untuk 2 tahun lagi. Pada usia saya sekitar 19 tahun, saya kena kusta. Di wajahku ada bercak-bercak dan saya langsung tahu itu kusta, karena saya pernah melihat orang terkena kusta di Makassar.
Saya berhenti sekolah karena saya merasa sangat malu. Saya ingin mendapat pengobatan yang baik, saya pernah membaca tentang pengobatan yang baik di RS Sitanala Tangerang. Saya berkeinginan kuat untuk pergi Tangerang. Saya juga tahu tentang RSK Jongaya di Makassar, tapi saya pikir bahwa dalam pengobatan Jawa pasti akan lebih baik daripada di di Sulawesi. Aku memohon orang tua saya memberi saya uang untuk perjalanan, dan kemudian pergi ke Makassar untuk menemukan kapal dengan tujuan Jawa. Sepupu saya di Makassar khawatir tentang keinginan pergi jauh, tinggal di sana untuk waktu yang tidak ditentukan, tanpa seizin diketahu keluarga. Dia melarang saya untuk pergi, dan membawa saya ke RSK Jongaya sebagai pilihan terbaik. Saya tinggal di RSK Jongaya selama setengah tahun, mendapatkan pengobatan dengan Promin. Setelah itu saya pindah ke Kalang-Kalang, dekat dengan kampung halaman saya, di mana saya bisa melanjutkan pengobatan pertama dengan Promin, kemudian dengan DDS. Saya tidak memiliki cacat apapun, dan setelah 2 tahun orang tua saya minta supaya saya pulang. Saya sembuh dan tidak perlu mengambil obat apa pun lagi.Tapi aku tidak ingin pulang karena semua orang tahu bahwa saya adalah seorang pasien kusta. Saya cari kerja, dan mendapat pekerjaan di sebuah kapal dan berlayar di sekitarSulawesi, Ke Kendari, Kolaka, Bone dan Sinjai. Saya tidak punya masalah sama sekali, tak ada yang tahu tentang masa lalu saya.
Sayangnya saya mendapat reaksi, yang secara langsung menyebabkan jari-jari saya menjadi lumpuh dan bengkok. Aku harus meninggalkan kapal, dan kembali ke Kalang-Kalang. Reaksi tidak diobati, mereka mengatakan cukup istirahat saja untuk sementara waktu, tapi kemudian saya diberi DDS lagi.
Pada tahun 1985 saya pergi ke RSK Daya untuk pertama kalinya, karena ada luka di kaki saya harus dibersihkan dan dirawat. Saya akhirnya tinggal di sana selama 5 tahun, kemudian pada tahun 1990 saya kembali ke Kalang-Kalang.
Selama saya di RSK Daya, saya mendapat kesempatan ke Tangerang inkut rombongan dalam rangka PORPENTANAS (Pekan Olah Raga Penyandang Kusta Nasional), pada tahun 1988. Ini adalah sebuah acara yang disponsori oleh Asosiasi untuk Pekerjaan Sosial, dengan Mbak Tutut - putri sulung presiden Suharto (sebagai pelindungnya).
Mbak Tutut membantu PORPENTANAS dua kali, yang pertama di Tangerang dan yang kedua di Makassar. Saya ikut pertandingan catur, selama 10 hari di Tangerang, sayangnya saya kalah. Soal kalah tidak ada masalah, yang paling penting bisa bersilaturrahmi dengan teman-teman sesama orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK), yang datang dari berbagai daerah di Indonesia.
Pada tahun 1992 saya menikah dengan seorang gadis dari Kalang-Kalang, tapi kami pisah karena ia meninggal. Saya memiliki anak angkat, anak laki-laki umur 10 tahun, anak dari keluarga OYPMK yang di tinggal di Makassar yang dan tidak mampu untuk membesarkannya. Dia pergi ke kelas dua sekolah dasar sekarang dan sehat.
Karena saya tinggal di Kalang-Kalang, saya selalu membantu dalam mengorganisir kehidupan di sini. Saya seorang pemimpin informal, tetapi orang mendengarkan saya. Saya masih berhubungan dengan kelurga saya tetapi saya tidak ingin kembali ke keluaraga.
Saya masih sering pergi ke RSK Daya untuk menjalani opersai. saya telah dioperasikan 14 kali di RSK Daya, tetapi jarijari tangan dan kakai saya sudah terlanjur aday yang putus.
Saya berencana untuk pergi ke RSK Daya lagi dalam waktu sekitar sebulan untuk perawatan luka. Selama saya tinggal lama di sana, saya belajar bagaimana untuk mengobati luka, merendam kaki dll. Pengetahuan dari RSK Daya ini saya praktekkan di Kalng-Kalang, namun kurang berhasil, masalahnya saya harus bekerja keras dan tidak bisa beristirahat. Saya dulu bekerja di pabrik batu bata di kompleks, tapi karena itu ditutup, saya sekarang kerja apa saja di perkampungan. Saya tidak b isa bekerja diluar perkampungan karana cacat saya, kemampuan fisik saya juga sangat terbatas.
Saya masih mendapat bantuan dari orang tua dan bantuan dari Pemerintah.
KUSTA DI INDONESIA Daftar isi >>>