RSK Batulelleng, 2003
Informasi umumPerkampungan Kusta berada disekitar RSK Batu Lelleng. Perkampungan ini terletak sekitar 17 km dari Makale, ibu kota kabupaten Tana Toraja, dan sekitar 310 km dari Makassar. Perkampungan in dibangun di atas lahan seluas 10 hektar pada masa pendudukan Belanda pada tahun 1941, dan secara resmi dibuka pada tahun 1943. Koloni Batu Lelleng adalah milik dan tanggung jawab Pemerintah Kabupaten Tana Toraja / Depkes.
Pada saat kunjungan (2003) ada 110 orang yang terkena kusta dari total 203 orang penghuni perkampungan.
Dr Marsuki adalah kepala RSK Batulleng, juga membawahi koloni. Menurut dia, subsidi pemerintah daerah untuk biaya hidup penderita kusta ada sekitar 36 juta rupiah pada tahun 2002. Juga dialokasikan paket Jaminan Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (JPSBK) dari Pemerintah sejumlah 100 juta rupiah per tahun. Gereja Toraja dan organisasi Belanda menyumbangkan biaya sekolah untuk anak-anak. Kadang-kadang, masyarakat menyumbangkan paket beras, gula, susu, mie dll Mayoritas penderita kusta memiliki cacat dan sangat tergantung pada bantuan donasi.
Tanah dan rumah masih milik pemerintah. Bangunan ini tidak seperti rumah sakit yang biasa; pasien dapat tinggal di sana dengan keluarga mereka.
Pelayanan medis berobat jalan (out patient deparment-OPD) dilakukan oleh seorang paramedis di bawah pengawasan Dr Marsuki. Tempat Rawat Inap (In patient department-IPD) mempunyai 67 tempat tidur dan selalu penuh terisi. Bangunan tidak seperti bangsal biasa, tetapi terdiri dari sekelompok rumah, di mana pasien tinggal dengan keluarga mereka. Oleh karena itu perbedaan antara pasien rawat inap dan rawat jalan tidak jelas.
Riwayat hidup
Dua orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK) diwawanicarai tentang riwat hidup mereka kenapa samapai masuk koloni Batu Lelleng.
OYPMK-1,
Laki-laki umur 66 tahun.
Saya lahir pada tahun 1936 di Nonggala Tator. Saya tumbuh seperti anak yang lainnya, saya menikah dan memiliki 4 anak. Ketika saya berumur 36 tahun, saya melihat banyak bercak putih dan merah pada kulit saya. Saudara saya menyarankan konsultasi ke RSK Batu Lelleng. Saya pergi ke sana dan didiagnosis kusta. Saya dan istri saya sangat terkejut atas diagnosis itu. Dokter memberi saya DDS dengan rawat jalan. Tapi penyakit saya semakin memburuk, jari-jari saya menjadi bengkok-bengkok (kiting). Setelah beberapa tahun, istri saya tidak tahan hidup dengan saya lagi, karena dia malu. Dia kembali ke orang tuanya dan meminta saya untuk menceraikannya. Kami bercerai pada tahun 1976. Kedaan sakit saya menjadi tidak stabil sejak it. Saya mengirim semua anak-anak saya kepada orang tua saya, dan saya pindah ke rumah sakit Batu Lelleng. Setelah satu tahun saya dinyatakan sembuh dan saya kembali ke orang tua saya. Kemudian kondisi saya memburuk dan lebih buruk lagi, dan pada tahun 1983 saya masuk Batu Lelleng lagi. Kesehatan saya tetap tidak stabil (naik turun), pada akhirnya saya dipindahkan ke RSK Daya Makssar. Di sana saya tinggal 1985-1990. RSK Daya menyruh saya untuk pulang karena tidak ada lagi indikasi medis tiggal di RS.
Saya pergi ke Palopo mencari pekerjaan dan tinggal di sana 1990-2000 dengan berbagai pekerjaan. Kemudian saya mencoba melamar pekerjaan dan tempat tinggal di rumah sakit Batu Lelleng. Untungnya saya diterima lagi. Sekarang saya bekerja di sini di cleaning service. Saya senang di sini dan saya tidak ingin meninggalkan rumah sakit ini lagi. Saya sangat bersyukur, semua anak-anak saya telah berhasil menyelesaikan pendidikan mereka. Terima kasih kepada orang tua saya, 3 anak-anak saya telah lulus dari Perguruan Tinggi, yang termuda masih di SMU sekarang.
OYPMK-2:
Wanita umur 65 tahun
Saya lahir di Batu Allo, Sangalla, pada tahun 1937. Ketika saya berusia 20 tahun, saya melihat bahwa kulit wajah saya punya beberapa bercak merah dan bengkak. Tanda-tanda ini tidak hilang dalam waktu yang lama. Saya tidak merasa banyak terganggu karena tidak sakit dan tidak gatal. Suatu hari teman saya menyarankan untuk konsultasi RSK Batu Lelleng, karena menurut mereka saya mungkin kena kusta. Saya mengikuti saran nya dan terkejut ketika saya didiagnis menderita kusta. Teman-teman saya kemudian mulai menghindari saya, karena mereka takut. Saya telah menikah sejak saya umur 19 tahun. Ketika suami saya tau saya sakit kusta dia langsung menceraikan saya. Kepala Desa kami juga meminta supaya saya masuk RSK Batu Lelleng, dia sudah menyiapkan surat pengantar. Dengan surat ini saya diterima di rumah sakit pada tahun 1958 tanpa pembayaran. Saya diberi obat DDS, tapi kondisi saya menjadi lebih buruk dan saya menjadi cacat. Sejak itu saya pun putus dengan keluarga saya, saya tidak ingin kembali ke orang tua dan kerabat.
Suatu hari ada seorang pria yang juga mengalami kusta melamar saya. Saya setuju untuk menikah dengannya karena saya pikir kami memiliki nasib yang sama dan saya juga mencintainya. Rumah sakit memberikan kami satu rumah untuk tempat kami tinggal. Kami memiliki satu anak laki-laki, tapi dia meninggal saat ia berusia 13 tahun. Saya dan suami saya senang tinggal di sini dan saya tidak ingin kembali ke kampung halaman.
KUSTA DI INDONESIA Daftar isi >>>