Desa Purwadadi sekitar 10 KM dari Kutacane
Koloni kusta Kolam Natam terletak sekitar 5 KM dari Puskesmas Natam.
Sejarah Kolam Natam didapat dari penjelasan Bapak Nababan yang merupakan Koordinator Sumbangan untuk Koloni Kusta. Nababan bekerja untuk Gereja di Leuwi Desky Dan juga sebagai kepala Klink kesehatan termasuk Penderita kusta.
Penjelasan pak Nababan:
Selama pendudukan Belanda di Indonesia, penderita kusta di Aceh Tenggara harus diisolasi di desa Purwadadi, sekitar 10 Km dari Kutacane ibukota Kabupaten Aceh Tenggara. Bantuan Belanda mencakup biaya hidup dan perumahan dan dikelola sendiri oleh Belanda. Pemerintah daerah berpikir bahwa lokasi kusta ini perlu dipindah ketempat lain karena untuk perkembangan kota dan adanya stigma kusta. Pemerintah menyediakan lahan di Kolam Natam 6 KM dari Purwadadi. Pastor EA M Raessens dari Gereja Lewidesky degan dana Gereja membangun perumahan di Lahan Yang disediakan oleh Pemerintah pada tahun 1971. Dipindahkan secara bertahap dan pada tahun 1972 semua penghuni koloni telah dipindahkan ke Koloni Kolam Natam. Beberapa pasien telah meninggal dan beberapa ada yang baru masuk ke Kolam Natam. Tercacat ada 146 penghuni dengan 68 pasangan.
Menurut pak Nababan Gereja menyediakan beras, uang Rp. 30.000 per bulan per pasien. Untuk pasien cacat mendapat tambahan Rp 20.000 per bulan. Pakaian diberikan 2 kali setahun.
Pengamatan dan periksaan penyakit:
Banyak pasien dengan ulkus plantaris, beberapa kiting jari pada tangan dan kaki. Anak-anak bersekolah di sekolah umum. Biaya sekolah terasa sangat tidak mencukupi. Koloni ini tidak terkena tsunami tahun 2004.
Pada kesempatan kunjungan dilakukan wawanicara lansung kepada 2 orang mantan kusta tentang penyakitnya secara singkat.
Mantan kusta I:
Laki-laki, umur 62 Tahun.
Menurut penuturannya:
Saya lahir pada tahun 1943. Ketika saya berumur 25 tahun, saya jatuh sakit. Saya menemukan banyak bercak putih mati rasa di badan saya dan bercak merah di wajah saya. Pertama kali saya berobat ke dukun tetapi tdak sembuh. Saya telah menikah ketika saya masih 19 tahun. Kami punya satu anak, tapi meninggal berumur 3 tahun. Orang-orang di desa saya tahu bahwa saya sakit kusta. Mereka menyarankan saya untuk pergi pemukiman Lausimomo (perkampungan kusta di Sumatera Utara) untuk mendapat pengobatan. Saya ikuti, dan saya diterima di sana. Saya mendapat pengobatan dengan suntikan Promin dan DDS. Beberapa tahun kemudian saya kembali ke desa saya untuk bersatu kembali dengan istri saya. Tetapi kami ditolak untuk tinggal di desa kami oleh masyarakat.
Pada tahun 1971 saya dan istri pindah ke pemukiman Purwodadi. Saya pernah mengalami reaksi, kulit bengkak-benkgak, kemudian jari jari-jari saya menjadi cacat (kiting). Pemerintah memindahkan seluruh penghuni dari Purwodadi ke pemukiman Kolam Natam pada tahun 1972. Sejak itu kami telah tinggal di sini. Saya menerima biaya hidup yang sama dengan orang lain. Istri saya tidak mendapat jatah karena ia tidak sakit kusta.
Mantan kusta II:
Wanita berusia 65 Tahun
Menurut penuturannya:
Saya sakit ketika saya berumur 20 tahun. Saya menemukan banyak bercak putih seperti panu pada tubuh saya dengan hilang rasa pada bercak. Atas kemauan saya sendiri pergi ke penkampungan kusta Purwodadi dengan suami dan 2 anak saya. Suami saya meninggal 6 bulan kemudian. Kami mengikuti program Pemerintah dan pindah ke Kolam Natam pada tahun 1972. Pada tahun tahun 1982 saya diberi obat MDT selama 2 Tahun.
KUSTA DI INDONESIA Daftar isi >>>