Tuesday, January 28, 2020

Perkampungan Kusta Laringgi, Sulsel

Tatap muka dengan OYPMK di Laringgi, 2003


Perkampungan Kusta Laringgi, Sulsel
Informasi umum

Pemukiman Larinngi adalah Pemerintah Kabupaten Soppeng. Didirikan pada tahun 1985 di 13 hektar lahan, terletak sekitar 37 km dari Soppeng, ibukota kabupaten, dan sekitar 200 km dari Makassar. Penduduk pertama penderita kusta dipindah oleh Pemerintah Provinsi dari Makassar pada tahun 1986. Kedaan pada saat inventarisasi thn 2003. Pada saat kunjungan tahun 2003, total penghuni adalah 147 orang dimana orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK) sebanyak 76 orang.
Pemukiman tidak mempunyai batas yang jelas dengan penduduk sekitar, sudah berbaur, dan tidak ada papan nama yang mengindikasikan perkampungan kusta. Kantor Desa dan Sekolah Umum dibangun dekat dengan perkampungan sekitar 1,5 km. Pemerintah Daerah membantu secara tidak teratur dengan paket beras, mie, gula, sabun dan minyak goreng. Secara umum, OYPMK di pemukiman sudah mandiri, tapi tanah dan rumah mereka masih milik pemerintah.

Layanan medis

Tidak ada klinik khusus untuk kusta di pemukiman, tetapi pemerintah menyediakan pos kesehatan (Posyandu), diawasi oleh Puskesmas terdekat.

Wawanicara dengan 2 orang OYPMK tentang riwayat singakt mereka. Di bawah ini adalah hasil wawanicara.

OYPMK-1
Perempuan, berusia 60 tahun

Saya lahir di Soppeng pada tahun 1943. Ketika saya berusia 10 tahun, saya menyadarinya adanya bercak-bercak merah dibadan saya. Orang tua saya kemudian membawa saya ke Bolo Gemmee (RSK Amassangeng di Wajo), saya diberi pengobatan DDS, tetapi tidak menjelaskan kalau saya kena kusta. Tidak measa ada perbaikan maka orang tua saya membawa saya berobat ke Dr. Mappa di Soppeng. Dr Mappa mengatakan kepada kami bahwa saya kena kusta. orang tua saya dan saya terkejut mendengar diagnosis. Dampaknya sangat berat, guru dan teman-teman di sekolah sekarang tahu bahwa saya harus kusta. Dan karena aku begitu malu saya akhirnya memutuskan untuk meninggalkan sekolah pada tahun ke 4 SD. Saya tidak mau berobat pada waktu itu, kondisi saya memburuk dan pergi lagi konsul ke Dr. Mappa. Dr. Mappa mengatakan saya harus segera masuk RS Amassangeng. Saya tinggal di RS Amassangeng dari  tahun 1957 – 1987. Saya menikah pada tahun 1963 ketika saya masih berumur 20 tahun dan tinggal bersama suami saya di sebuah rumah di kompleks Amassangeng. Kami tahu dari saudara-saudara kami bahwa ada perkampungan kusta dibangun di Laringgi, Welonge, Soppeng. Dan kami mendengar bahwa fasilitas di Laringgi jauh lebih baik daripada di Amassangeg. Jadi kami mengusulkan untuk kembali ke Soppeng untuk tinggal di Laringgi. Permohonan kami diterima tanpa syarat apapun. Kami masuk di perkampungan Laringgi pada tahun 1987, setelah 30 tahun di Amassangang. Pemerintah memberikan kami rumah dan jatah. Kami tidak punya anak. Pada tahun 1999, suami saya meninggal di Laringgi. Saya tidak ingin kembali ke desa saya karena orang tua saya sudah meninggal, saya tidak tau apa masih ada yang tersisa kalau saya kembali kekampung.

OYPMK-2
Pria berusia 55 tahun


Saya lahir di Timusu, Soppeng, pada tahun 1947. Ketika saya berusia 12 tahun, orang tua saya mengatakan kepada saya bahwa mereka melihat beberapa bercak tidak seperti biasa pada tubuh saya. Mereka membawa saya ke dukun setempat untuk konsultasi. Saya diberi obat tradisional untuk dioleskan ke baercak-bercak. Setelah saya obati beberapa bulan, masih tidak ada perbaikan. Kemudian disarankan saya untuk pergi ke Bolo Gemmee (RS Amassangeng di Wajo). Orang tua saya membawa saya ke sana dan saya diterima tanpa biaya. Saya masuk RS pada tahun 1966. Saya tinggal di sana selama 5 tahun. Selama disana saya mengalami reaksi beberapa kali. Sebelum aku dirawat di rumah sakit jar-jari saya masih bagus. Tapi setelah 2 tahun di rumah sakit jari-jari saya cacat (kiting). Pada tahun 1971, saya keluar dari RS dan kembali ke rumahku di Soppeng. Di sana saya menemukan kesulitan hidup dalam masyarakat. Orang menghindari  saya, mereka takut kepada saya, terutama karena jari cacat saya. Maka sulit bagi saya untuk mencari dan mendapat  pekerjaan. Keberadaan saya juga mempengaruhi orang tua saya secara sosial. Kami terisolasi dari masyarakat, ekonomi keluarga yang terpengaruh, dan kami menjadi lebih miskin dan miskin.
Pada tahun 1985, pemukiman Laringgi didirikan. Pemukiman ini sebetulnya untuk menampung pasien kusta dari Makassar. Pada saat itu aku berusia sekitar 35 tahun, tanpa perbaikan dalam hidup saya, saya mengajukan permohonan untuk tinggal di pemukiman. Permohonan saya diterima, dan saya bergabung dengan OYPMK di Laringgi tahun 1986. Saya punya rumah dan tanah untuk digarap. Saya memulai hidup baru dan setelah 6 bulan saya menikah dengan seorang wanita OYPMK. Sekarang kami memiliki 7 anak. Mereka semua sehat dan diterima sekolah umum dekat pemukiman. Beberapa tahun yang lalu kami menerima sumbangan rutin dari pemerintah. Tetapi batuan dihentikan ketika krisis ekonomi mulai di Indonesia. Meskipun kami memiliki ekonomi yang sangat lemah, kami senang tinggal di sini di antara OYPMK yang senasib, kami dapat berbagi rasa.


KUSTA DI INDONESIA Daftar isi >>>