Tuesday, January 28, 2020

Perkampungan Kusta Teppo, Sulsel


Informasi umum

Teppo tercatat sebagai Koloni Kusta tertua di Sulawesi Selatan. Didirikan pada masa pemerintahan kolonial Belanda, di daerah sedikit berbukit antara Majene - Makassar di pegunungan pedalaman Saat ini, lokasi hanya ekitar  1 KM dari pinggiran kota Majene. Pemukiman tersebar di lahan lebih dari 4 hektar, tanah berbatu-batu, dengan rumah tradisioanl dari kayu,  beberapa dari mereka hidup dengan serba kekurangan. Penghuni terdiri dari 53 keluarga, dengan total semua 143 orang. Jumlah orang yang terkena kusta adalah 57 orang, dan 86 lainnya tidak pernah mengalami kusta. Penduduk yang sehat adalah anak-anak dan cucu-cucu dari orang yang yang pernah mengalami kusta (OYPMK). Semua penderita kusta lama sudah sembuh tidak perlu minum MDT lagi. Tapi masih kadang-kadang ada pasien kusta baru masuk, berasal dari kabupaten lain di pegunungan yang belum mempunyai fasilitas kesehatan, atau dari kabupaten lain di mana mereka takut ketahuan mendapat kusta. Pasien baru masuk ini masih mendapat pengobatan MDT di perkampungan Teppo. Bila ditanyai, kebanyakan dari mereka tidak mau kembali walaupun pengobatan MDT telah selesai.

Teppo adalah milik dan tanggung jawab Pemerintah Kabupaten Majene. Pemerintah menyediakan rumah yang kemudian diserahkan kepada penduduk, sedangkan lahan tersebut masih milik Pemerintah. bantuan secara teratur diberikan dalam bentuk 200 beras kilogram per bulan, yang dibagi atas semua 53 keluarga. Sekitar setiap 5 tahun ini Departemen Kesehatan kabupaten melaksanakan berbagai program sosial untuk Teppo, seperti  renovasi rumah, perbaikan gizi, sumbangan kambing. Sumbangan kambing sangat sukses. Pada waktu kunjungan dilakukan (2003), masih banyak dari mereka yang beternak kambing dari hasil sumbangan tahun lalu.

Layanan medis

Sejak lama tidak ada layanan kesehatan yang menetap di Teppo, walaupun bangunan kecil dengan nama 'Pos Kesehatan' ada di tengah-tengah pemukiman. Menurut penduduk, itu tidak pernah digunakan. Dua perawat dari Puskesmas bertugas mengunjungi setiap 3 bulan untuk pelayanan kusta dan penyakit umum.
Mereka menginginkan agar Pos Kesehatan diperbaiki dan difungsikan karena mereka masih merasa malu untuk berobat ke Puskesmas di luar Teppo.

Riwayat hidup

Untuk mengetahui bagaimana seseorang sakit kusta dan sampai berada di pemukiman, maka dilakukan wawanicara terhadap 2 orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK). Di bawah ini adalah hasil wawanicara.

OYPMK -1
Pia berusia 80 tahun

Saya datang dari sebuah desa nelayan kecil. Saya adalah seorang anak yang sehat dan tidak pernah berharap bahwa sesuatu akan terjadi padaku. Tapi ketika saya berusia sekitar 7 tahun, saya melihat bercak putih seperti panu pada kulit saya, waktu itu saya masih sekolah. Saya dibawa orang tua kedukun, dan saya diberi pengbatan dukun, tetapi tanda-tanda bercak tidak bisa hilang. Orang tua kemudian menbawa saya ke RS, saya mendapat suntikan dan obat, dan disuruh pulang lagi. Sudah berathun-tahun, saya tidak tahu persis apa penyakit saya. Saya hanya tahu bahwa beberapa orang di desa takut dengan saya dan tidak ingin bergaul dengan saya. Orang tua saya selalu memberi dorongan kepada saya terus sekolah, tapi saya memilih berhenti sekolah.
Kemudian Jepang datang, saya berumur 18 dan sudah memiliki jari-jari tangan cacat (kiting) dan juga pada kaki. Mereka tidak mengizinkan saya untuk tinggal di kampung halaman saya lagi; mereka memerintahkan saya untuk pindah ke Teppo, di mana orang tinggal yang memiliki penyakit yang sama seperti saya. Saya tidak ingin meninggalkan keluarga saya, tapi apa yang bisa saya lakukan? Tapi setelah tiba di Teppo, ternyata cukup baik, Pemerintah telah membangun rumah kayu kecil bagi kami, juga memberi uang untuk biaya hidup secara teratur. Pada pendudukan Jepang, saya sudah berada di Teppo. Sejak Indonesia merdeka, saya masih tetap di Teppo. pekerjaan saya adalah tukang kayu, membuat dan memperbaiki furnitur baik untuk oarng di dalam untuk orang-orang di luar pemukiman. Pada waktu itu saya mendapat pengobatan DDS dan minum obat secara teratur sampai berahun-tahun.

Pada usia saya memasuki 30 tahun, saya menikah dengan seorang gadis yang saya dapatkan di perkampungan Teppo, sayangnya kita tidak punya anak. Saya selalu tetap berhubungan dengan keluarga saya, kadang-kadang mereka mengunjungi saya, kadang-kadang saya pergi pergi ke sana, tapi tidak terlalu sering. Saya masih punya saudara di sana. Saya senang di sini di Teppo dan tidak pernah punya keinginan untuk pergi ke tempat lain. Saya merasa aman di dalam komunitas ini di mana semua orang merasa senasib. Saya sekarang sudah sangat tua, tidak bisa bertukang lagi, tapi saya masih mendapatkan penghasilan dengn menjual minyak. Karena ini tidak cukup, penduduk lain dari Teppo membantu saya untuk bertahan hidup; mereka memberikan apa yang saya butuhkan untuk kehidupan sehari-hari.

OYPMK-2
Pria berusia 40 tahun

Ibu saya menderita penyakit kusta tidak lama setelah saya lahir. Orang tua saya bercerai dan ibu saya pindah ke pemukiman Teppo. Ibu saya berobat dengan baik dan saya tumbuh sebagai anak yang sehat. Tapi ibu saya tetap takut bahwa saya akan ketularan bila tinggal di Teppo, karena pada saat itu banyak orang baru masuk Teppo. Mereka datang dari pegunungan dan tidak pernah menerima pengobatan apapun di sana. Dia memutuskan untuk memberikan saya ke aya saya, yang telah menetap di sebuah pulau kecil pantai Kalimantan Selatan. Saya tinggal dengan ayah saya , saya dimaukkan sekolah. Ketika saya berumur 10 tahun, di kelas dua, saya melihat ada bercak-bercak  putih pada kulit saya, dan saya langsung tahu apa itu, karena saya telah melihat begitu banyak dari di Teppo. Di pulau di mana kami tinggal saya tidak bisa mendapatkan perawatan, itu terlalu terisolasi. Saya sendiri punya keinginan untuk kembali ke ibu saya di Teppo, di mana saya mendapat obat.  Ayah saya mendukung keinginan saya, jadi saya meninggalkan ayah dan kembali bergabung dengan ibu di Teppo. Di Teppo saya mendapat pengobatan DDS selama tiga tahun dan sudah berlangsung lama, saya tidak memiliki cacat pada tangan. Sayaya bekerja sebagai tukang  kayu dan tidak pernah pergi ke sekolah lagi. Kemudian saya menikah dengan seorang gadis dari pemukiman Polmas. Dia adalah anak dari seorang pasien kusta. Oleh karena itu dia tidak takut padaku, meskipun dia sendiri tidak pernah terinfeksi. Untuk mencari nafkah, kami meninggalkan Teppo dan pindah ke Pare-Pare, di mana saya bekerja di sebuah pabrik batu bata selama dua tahun. Tapi kemudian aku merindukan ibu saya dan teman-teman yang banyak di Teppo. maka kami pindah kembali Teppo. Setelah beberapa waktu,  karena sulit untuk mencari pekerjaan di Teppo, kami pindah lagi, bersama-sama dengan anak-anak kami pergi ke Kalimantan Selatan, tinggal bersama saudara saya yang ada di Kalsel. Saya bekerja sebagai tukang becak, penghasilan cukup baik, tapi sekali lagi, setelah beberapa saat, aku rindu lagi dengan Teppo, di mana saya mersakan semua orang baik dan merasa sebasib.

Sejak 4 tahun saya di Teppo, saya terpilih menjadi ketua  pemukiman. Saya sering mengadiri pertemuan-pertemuan resmi dari Kecamatan, dan saya benar-benar menyukainya bertemu dengan kepala desa lain. Mereka hormat dan menghagai saya sebagai manusia normal.
Saya punya 6 anak, yang semuanya sehat dan semua masih tinggal bersama kami di Teppo. Saat ini saya tidak punya keinginan untuk pindah lagi, saya ingin tinggal di sini, di mana saya dihormati dan memiliki banyak teman.
KUSTA DI INDONESIA Daftar isi >>>